Definisi Terorisme
Terorisme memiliki berbagai macam pengertian tergantung dari sudut pandang pihak yang mendefinisikan. Hingga saat ini, belum ada definisi yang jelas dan baku mengenai terorisme. Para scholar sendiri kesulitan dalam mendefinisikan terorisme. Liqueur (1999 dalam White, 2006) mengatakan bahwa terorisme sulit untuk didefinisikan karena pemaknaannya berubah sepanjang sejarah. Cooper (1978 dalam White, 2006) memberikan istilah kesulitan pendefinisian tersebut dengan “problem in the problem definition”. Menurutnya, terorisme sulit diartikan karena memiliki pengertian yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Sama dengan Cooper, hanya saja Crenshaw (1995 dalam Payne, 2006) menambahkan variabel tempat yang berbeda sebagai pertimbangan sulitnya mendefinisikan terorisme. Bahkan, Schmid (1983 dalam White, 2006) mengatakan bahwa terorisme bukan sulit tapi justru tidak bisa didefinisikan karena itu adalah sebuah konsep, bukan obyek secara fisik.
Terorisme menurut Jenkins (1984 dalam White, 2006) adalah penggunaan kekuatan yang dirancang untuk membawa perubahan politik. Laqueur (1987 dalam White, 2006) mengatakan bahwa terorisme adalah penggunaan kekuatan yang tidak terlegitimasi untuk mencapai tujuan politik dengan menjadikan orang yang tidak bersalah sebagai target. Crenshaw (1995 dalam Payne, 2006) beranggapan bahwa terorisme adalah sebuah konstruksi sosial yang pada dasarnya berlabelkan politik. Pillar (dalam White, 2006) menyebutkan empat elemen terorisme yaitu kegiatan yang direncanakan, merupakan aktivitas politik, dengan target masyarakat sipil, dan dilakukan oleh kelompok subnasional. Terorisme juga bisa diartikan sebagai suatu tindakan represi terhadap Negara (Herman, 1983 dalam White, 2006). Pada dasarnya, definisi terorisme akan sangat bergantung kepada kepentingan dari kelompok yang mendefinisikan (White, 2006). Dan pihak yang memberikan definisi mengenai terorisme biasanya adalah bukan pihak yang netral (Crenshaw, 1995 dalam Payne, 2006).
Untuk membedakan terorisme dengan konflik yang lain adalah kita harus ingat bahwa terorisme merupakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Terorisme merupakan sebuah kriminal, namun kriminal belum tentu termasuk terorisme. Bagi teroris, korban adalah kepentingan kedua. Kepentingan pertama adalah menciptakan drama untuk ditonton oleh target (Jenkins, 2004 dalam White, 2006).
No comments:
Post a Comment